342. BAI'AT TORIQOH SECARA ONLINE



PERTANYAAN  :

⏩ Fuad Alfaqir > ‎CAFFEBY KISWAH

Assalamualaikum, izin bertanya

 sahkah/bolehkah membai’at murid thoriqoh melalui online lewat hp/sejenisnya?

JAWAB :

⏩ Nafiel Muhammad

dalam thoriqot arrifa'iyah wajib talaqqi (dlm satu majlis) bersentuhan dua lutut tangan mursyid dan salik,
maka baiat
tidak cukup dengan online

ﻗﺎﻋﺪﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔ ﻭﺍﻟﺬﻛﺮ
ﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﺃﻧﻪ ﻗﺪ ﺍﺻﻄﻠﺢ ﺃﻋﻴﺎﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﻭﺁﺩﺍﺏ ﻣﺄﺧﻮﺫﺓ ﻣﻦ ﺻﺎﺣﺐ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﻌﻠﻴﺔ ،
⇜ ﻭﺫﻟﻚ ﺃﻧﻬﻢ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﻳﺄﻣﺮﻭﻥ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ – ﺇﺫﺍ ﻭﻓﺪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻷﺧﺬ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ – ﺑﺎﻟﻮﺿﻮﺀ ﻭﺻﻼﺓ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻨﻴﺔ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﺍﻹﻧﺎﺑﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ .
⇜ ﻭﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻳﺠﻠﺲ ﺍﻟﻤﺮﺷﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﺠﺎﺩﺓ ﻣﺴﺘﻘﺒﻼً ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺟﺎﺛﻴﺎً ﻋﻠﻰ ﺭﻛﺒﺘﻪ ﺑﺎﻷﺩﺏ ﻭﺍﻟﺨﺸﻮﻉ ، ﻭﻳﺠﻠﺲ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺃﻣﺎﻣﻪ ﻻﺻﻘﺎً ﺭﻛﺒﺘﻴﻪ ﺑﺮﻛﺒﺘﻴﻪ .
ﻓﻴﻘﺮﺃ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺛﻼﺛﺎً ،
⇜ ﻭﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﻤﺮﻳﺪ ﺑﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﺮﺃ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ‏( ﺇﻥ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺒﺎﻳﻌﻮﻧﻚ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺒﺎﻳﻌﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻮﻕ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﻤﻦ ﻧﻜﺚ ﻓﺈﻧﻤﺎ ﻳﻨﻜﺚ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻣﻦ ﺃﻭﻓﻰ ﺑﻤﺎ ﻋﺎﻫﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺴﻴﺆﺗﻴﻪ ﺃﺟﺮﺍً ﻋﻈﻴﻤﺎ ‏) ، ‏( ﻭﻻ ﺗﻨﻘﻀﻮﺍ ﺍﻷﻳﻤﺎﻥ ﺑﻌﺪ ﺗﻮﻛﻴﺪﻫﺎ ﻭﻗﺪ ﺟﻌﻠﺘﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻛﻔﻴﻼ ‏)

المرجع:
ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻤﺮﻋﻴـﺔ ﻓﻲ ﺃﺻﻮﻝ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻴﺔ
ﻟﻠﺸﻴﺦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺍﻟﺮﺍﻭﻱ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻲ.

⏩ Ibnu Mathori

Syarat masuk ke dalam suatu thariqah, seorang calon murid harus mengucapkan bai'at di depan seorang mursyid, yg hukumnya sunnah, mencontoh bai'atur ridhwan - peristiwa ketika para sahabat mengucapkan ikrar setia kpd Rasulullah di bawah sebuah pohon. Peristiwa yg terjadi menjelang perjanjian Hudaibiyyah itu diabadikan oleh Allah SWT dlm surah Al-Fath ayat 10

ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻧَﻚَ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻮْﻕَ ﺃَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ۚ ﻓَﻤَﻦْ ﻧَﻜَﺚَ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﻨْﻜُﺚُ ﻋَﻠَﻰٰ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ۖ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻭْﻓَﻰٰ ﺑِﻤَﺎ ﻋَﺎﻫَﺪَ ﻋَﻠَﻴْﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺴَﻴُﺆْﺗِﻴﻪِ ﺃَﺟْﺮًﺍ ﻋَﻈِﻴﻤًﺎ

Adapun bai'at seorang calon murid thariqah kpd guru mursyid adalah ikrar janji untuk mengamalkan ilmu yg dipelajari, berupa dzikir dan usaha meninggalkan perbuatan tercela dan menggantinya dg perbuatan baik. Karena perjanjian tsb, pengamalan thariqah hukumnya wajib.

Setelah dibai'at, seorang murid ditalqin dg kalimah dzikir dan tata cara pengamalannya. Meski cara pengamalannya beragam, pd dasarnya dzikir inti setiap thariqah ada dua macam, yaitu dzikir ism Dzat dan dzikir nafi itsbat.

Dzikir ism Dzat ialah mengulang² penyebutan asma Allah, sdgkn dzikir nafi istbat ialah mengulang² kalimah hailalah atau tahlil, yaitu La ilaha illallah.
Disebut nafi itsbat, krn kalimah tsb diawali dg penafian terhadap semua "tuhan", la ilaha (tiada Tuhan), lalu disambung dg lafal itsbat (penetapan), illallah (kecuali Allah).

Pembai’atan

Upacara pemberian khirqah, atau pentasbihan seseorang untuk menjadi murid, atau pengikut, atau pengamal ajaran tarekat ini disebut dengan mubaya’ah, atau pentalqinan dzikr. Kedua istilah tersebut (bai’at dan talqin), dipergunakan dalam tarekat ini, dan populer di wilayah kemursyidan masing-masing.

Pembai’atan adalah sebuah prosesi perjanjian, antara seorang murid terhadap seorang mursyid. Seorang murid menyerahkan dirinya untuk dibina dan dibimbing dalam rangka membersihkan jiwanya, dan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Dan selanjutnya seorang mursyid menerimannya dengan mengajarkan dzikr talqin al-dzikr, kepadanya.

Upacara pembai’atan merupakan langkah awal yang harus dilalui oleh seorang salik, khususnya seorang yang memasuki jalan hidup kesufian melalui tarekat. Menurut para ahli tarekat “bai’at” merupakan syarat sahnya suatu’ perjalanan spiritual (suluk))

Sufi besar Abu Yazid al-Bustami, berkata, yang artinya kurang lebih:
“Barangsiapa yang tidak mempunyai guru , maka imamnya adalah setan”. Walaupun demikian ada juga beberapa sufi yang melakukan suluk tanpa pembai’atan formal seperti dalam tarekat. Maka mereka menerima bai’at secara berzakhi (oleh seorang wali besar yang sudah wafat, ataupun oleh Nabi sendiri). Mereka ini disebut dengan kaum uwaisiy (nisbat kepada Uwais al-Qarni). Misalnya al-Kharaqani yang melakukan suluk dengan bimbingan Abu Yazid al-Bustami dan al-Attar oleh arwah al-Hallaj.

Menurut ketetapan Jam’iyyah Ahli Tarekat al-Mu’tabarah al-Nahdiyyah, hukum dasar bai’at dzikr (tarekat) adalah al-sunnah al-Nabawiyah. Akan tetapi bisa menjadi wajib, apabila seseorang tidak dapat membersihkan jiwanya kecuali dengan bai’at itu. Dan bagi yang telah berbai’at, hukum mengamalkannya adalah wajib, berdasarkan firman Allah dalam QS. al-Isra’:34, yang artinya “Tepatilah janji, karena janji itu akan dipertanyakan.”

Bentuk pembai’atan itu ada dua macam. Kedua macam pembaiatan ini dipraktekkan dalam tarekat ini, yaitu pembai’atan fardiyyah (individual), dan pembai’atan jam’iyyah (kolektif). Baik bai’at secara individual maupun kolektif, keduanya dilaksanakan dalam rangka melestarikan tradisi Rasul.

Prosesi pembai’atan dalam Tarekat Qadiriyah wa Nasqsyabandiyah biasanya dilaksanakan setelah calon murid mengetahui terlebih dahulu hal-ihwal tarekat tersebut, terutama menyangkut masalah kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya, termasuk tatacara berbai’at. Sehingga baru setelah merasa mantap, dan mampu seorang murid datang mengahadap mursyid untuk dibai’at.

Prosesi pembai’atan itu adalah sebagai berikut:

1. Dalam Keadaan suci, murid duduk menghadap mursyid dengan posisi duduk ‘aks tawarruk (kebalikan duduk tawarruk tasyahud akhir). Dengan penuh kekhusukan, taubat dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada mursyid untuk dibimbing.
2. Selanjutnya mursyid membimbing murid untuk membaca kalimat berikut ini; Basmalah; Do’a yang artinya “Ya Allah bukakan untukku dengan keterbukaan para arifin” tujuh kali; Basmalah, hamdalah dan sholawat; Basmalah dan istighfar tiga kali; Sholawat tiga kali.
3. Kemudian syekh atau mursyid mengajarkan dzikr, dan selanjutnya murid menirukan: Laa ilaha illaa Allaah, tiga kali dan ditutup dengan ucapan Sayyiduna Muhammadun Shollallahu ‘alaihi wa sallam
4. Kemudian keduanya membaca shalawat munjiat.
5. Kemudian mursyid menuntun murid untuk membaca ayat bai’at: Surat al-fath ayat 10, dengan diawali ta’awud dan basmalah, yang artinya; “Aku berlindung kepada Allah, dari setan yang terku-tuk. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya, akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
6. Kemudian berhadiah fatihah kepada: Rasulullah SAW. para masyayikh ahl silsila al-Qadiriyah wa Naqsya¬bandiyah, khsusunya syekh Abd. Qadir al-Jailani dan Syekh Abu al-Qasim Junaidi al-Bagdadi satu kali.
7. Kemudian syekh atau mursyid berdo’a untuk muridnya sekedarnya.
8. Selanjutnya mursyid memberikan tawajjuh kepada murid seribu kali, atau lebih.

Tawajjuh ini dilaksanakan dengan cara memejamkan kedua mata rapat-rapat, mulut juga ditutup rapat-rapat, dengan menyentuhkan lidah ke langit-langit mulut. Dan menyebut nama Allah (Allah, Allah) dalam hati 1000x, dengan dikonsentrasikan (difokuskan) ke arah sanubari murid. Demikian juga murid melaksanakan hal yang serupa, untuk dirinya.

Itulah prosesi pembai’atan yang merupakan pembai’atan atau talqin dua macam dzikr sekaligus, Yaitu dzikr nafi isbat (Qadiriyah), dan dzikr lathaif (Naqsyabandiyah). Baru pembai’atan selanjutnya yang beda hanya untuk dzikr lathaif saja, sampai tujuh kali. Dan pembai’atan untuk mengamalkan muraqabah dua puluh kali.

Dari segi prosesinya, pembai’atan yang ada dalam tarekat ini jelas berbeda dengan prosesi yang ada dalam tarekat induknya. Di dalam Tarekat Qadiriyah pembai’atan hanya untuk dzikr nafi isbat, dengan didahului shalat sunah dua rakaat, dan prosesi ijab qabul yang eksplisit, serta acara pemberian wasiat dan pesan-pesan untuk berlaku kesufian, oleh mursyid kepada mu¬rid yang menandai berakhirnya pembai’atan. Demikian juga prosesi tersebut berbeda dengan yang ada dalam tradisi Tarekat Naqsyabandiyah.

Selain alasan-alasan “syar’i” tersebut, talqin dzikr (pembai’atan) juga dimaksudkan untuk memberikan tekanan psikologis bagi seseorang untuk senantiasa melaksanakan dzikr karena janji dan bai’atnya kepada mursyid, sehingga akhirnya dzikr menjadi bagian dari hidupnya. Ibarat pohon atau tanaman, dzikr (kalimat tayyibah), harus ditanamkan oleh seorang ahli yang berhak untuk itu, itulah mursyid. Jika dzikr yang ditanamkan oleh mursyid, terus menerus dirawat -dengan mengamalkannya- maka tumbuhlah ia menjadi pohon yang baik , akarnya menghunjam di tanah (fisik) dan cabang-cabangnya menjulang ke langit (hati sanubari). Dan senantiasa akan menghasilkan buah setiap saat.dan itu adalah pohon kepribadian dan akhlak yang mulia. (lihat QS. Ibrahim : 34).

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

☆▷▷ Kalau Belum Jelas, Ada Yang Ditanyakan Atau Koreksi Kesalahan Langsung Menuju Tempat Ngopi & Cakruan Kami, Cukup Klik Disini ◁





0 Response to "342. BAI'AT TORIQOH SECARA ONLINE"

Post a Comment

Monggo yang mau berkomentar baik itu kritik, saran, masukan, atau motivasi, asal tak ada unsur Caci mencaci, Pelecehan agama, Pelecehan seksual dan Merayu istri orang

⇧ ISI KOMENTAR FACEBOOK DIATAS ITU ⇧

⇩ ISI JUGA KOMENTAR DIBAWAH INI ⇩

IKUTI FANS PAGE PGP